Laman

Senin, 14 November 2011

Dear Ryza !!!

Aku melongok keluar jendela, hujan rintik-rintik masih terlihat samar dari balik kaca yang berembun karena cuaca dingin. Titik-titik air mengalir membasahi jendela di kafe yang ku singgahi untuk menyerumput secangkir kopi yang menghangatkan ragaku. Suara riuh rendah mewarnai keheningan yang kurasakan seorang diri. Kulihat disekelilingku, sekelompok remaja yang sedang asik mengobrol dan bersanda gurau bersama beberapa pasangan yang sedang memadu kasih dan saling menghangatkan. Kemudian aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Teringatkan lagi tentang dia yang pernah singgah dihatiku beberapa bulan silam.
Kenanganku bersama Afryza Gautama seketika memenuhi pikiranku, berjalan perlahan menuju kejadian 5bulan yang lalu, ketika aku mampu mengecap manisnya perjalanan cintaku dan menelan pahitnya akhir dari perjalanan itu. Semua terasa sangat singkat, aku membuka handphone ku, melihat ulang sms-sms yang pernah Ryza kirimkan untukku. Ya, sms-nya masih kusimpan dengan baik. Kubuka sms-sms yang sering kubaca jika tiba-tiba aku merindukannya. Seperti saat ini, saat aku benar-benar merindukan kehadirannya.
“kamu lihat bulan deh sekarang”
“buat apa??”
“yaudah kamu liat aja dulu sekaarang”
Kemudia aku bergegas menuju keluar menuruti maunya. Awan tampak gelap, yang kudapati hanya rintikan air hujan, tak ada bulan yang menggantung diatasnya.
“gak ada bulan, disini hujan”
“oyaa?? Hmm, kamu tau gak?? Hujan-hujan itu udah aku titipin salam saying sama kangen aku buat kamu.”
“nyampe gak??”
Kata-kata Ryza selalu terngiang dalam benakku, menelusup kedalam jiwa dan bermuara dihati.
Yaa, jika ingat itu semua rasanya aku ingin menangis dan berteriak, begitu menyakitkan. 5 bulan yang lalu, bulan juni yang kelabu.
“aku mau kita udahan aja..” kataku pada Ryza sambil menunduk tak mampu menatap matanya.
“kenapa??” katanya datar
“aku ngerasa kita ga cocok aja.. maafin aku.. “ ujarku menahan pedih telah membohongi perasaanku sendiri.
“yaudah kalo itu mau kamu, gapapa..”
“Jangan nunduk hargai lawan bicara kamu!” Katanya lagi sambil mengangkat daguku dan mata kamipun bertemu. Aku tau dia menyadari kebohonganku lewat tatapan matanya. Mata bening itu aku pasti merindukannya, suara hangat dan lembutnya, sikap cuek dan romantisnya, dan semua tentangnya.
Aku hanya bisa tersenyum setelah mengingat-ingat kejadian itu. Aku aduk-aduk kopiku yang sudah dingin. Aku mendessah lesu, rasanya jika ada otak baru ingin kuganti saja otakku dengan otak yang baru agar tidak sedikitpuningatanku tentang Ryza bersemayam dibenakku. Aku terpaksa berbohong padanya, membiarkannya, menelan rasa sakit dan kecewa lebih awal. Membiarkannya mampu hidup tanpaku lebih awal, karena pada nyatanya aku pasti akan pergi meninggalkan Ryza untuk selamanya. Entah kapan, sampai aku tak mampu lagi melawan penyakit yang kini bersarang ditubuhku. Penyakit yang selama ini kusembunyikan darinya. Terlebih saat ku mendengar kabar dari temanku bahwa Ryza telah bersama dengan yang lain, orang yang ku kenal juga. Menyesakkan sejujurnya, tapi mungkin itu yang terbaik baginya.
Mampu menjaga lebih dan berada disisinya setiap saat. Walaupun sudah tak begitu masalah bagiku, karena aku sudah tidak akan bertemu dengan Ryza atau kekasih barunya itu, dan tidak akan melihat mereka berduaan bergandeng tangan hingga mungkin saja aku akan gondok melihat pemandangan itu. Berlari dan mengintip mengintip mereka dari kejauhan, emosi, bahkan cemburu. Dan kemudian tersenyum sambil terisak.
Ah!! Yang tidak-tidak saja pikranku mengembara. Kini pikranku melaju ke 3bulan yang lalu, saat aku sudah Fix untuk mengobati penyakitku ke luar negeri dan menghindar darinya. Dan, aku bilang bahwa aku akan melanjutkan kuliah ku disana. Lalu pamit pada Ryza dan berharap ia akan menahanku pergi, tapi tak mungkin. Sebuah kedai kopi menjadi tempat aku dan Ryza bertemu, aku memitanya datang tanpa ku beritahu apa yang akan ku bicarakan nantinya. Sedikit agak canggung saat itu. Berdua berhadapan dengan seseorang yang masih mengisi relung hatiku, masih mengharapnya dan menyayanginya. Tentu saja!
“ada apa sya??” tanyanya kemudian saat kami sudah duduk memesan pesanan kami masing-masing.
“oke za, aku Cuma mau ngomongin sesuatu aja sama kamu” kataku gugup sambil mengaduk-aduk vanilla late panas di hadapanku.
“apa itu??” katanya lagi menungguku menjawab.
Aku menghela napas panjang dan mencoba untuk menatapnya, kemudian mengatakan maksudku memintanya menemuiku. Jantungku terus berdegub, tak mampu aku membohongi pria yang masih aku cintai itu.
“za, aku mau pamit sama kamu.. aku mau lanjutin kuliahku ke Kanada, papa yang minta.. Besok aku udah pergi” kataku mantap. Mataku sedikit berkaca-kaca dan dadaku sesak sekali. Perih dan sakit. Teganya aku berbohong. Dan antara mau dan tidak aku meninggalkannya.
“kamu serius?? Kenapa tiba-tiba sya??” tanyanya lagi menatap serius ke arahku.
“ya, sebenarnya ini semua atas kemauanku.. aku sudah lama persiapakan semuanya, tapi mungkin ini waktunya aku pamit sama kamu. Semoga kita bisa ketemu lagi suatu saat nanti yaa, entah aku bakal balik lagi atau engga kesini..”
Kataku tertahan sambil menyunggingkan senyuman, ia tetap serius memandangku “aku mau kamu jaga diri kamu baik-baik, kabari aku kalo kamu kenapa-kenapa. Sekarang udah ada yang jagain kamu kan..” napasku tertahan dan melanjutkan pembicaraanku. Setelah aku tau dia telah menemukan seseorang lain untuk menggantikanku, membuatku sulit percaya . tanpa piker panjang ku ambil tawaran pap untuk keluar nengeri mengobati penyakitku.
Aku sydah selesai dengan Ryza, kemudian bergegas pamit dan meninggalkan Ryza sendiri di kedai . barlari dan menangis. Semua terasa hampa. Kenangan itu masih jelas terekam dalam benakku, tak mampu ku hapuskan. Tak apa yang penting aku mampu menghadapi waktu yang kupunya sekarang. Entah bagaimana kabarnya, aku benar-benar lost contact dengannya setelah pertemuan terakhirku di kedai. Tiba-tiba saja tetes-tetes darah segar mengalir dari hidungku, menyentuh meja kayu di café yang ku tempati. Kepala ku terasa pusing dan nyeri, ya aku kabur dari rumah sakit tempatku berdiam. Seharusnya aku masih harus disana sampai kondisi ku pulih dan mem-ungkinkan untuk beraktifitas kembali. Tapi aku sudah jengah, aku sudah bosan berada disana. Aku merasa sudah semakin sehat dan semakin dekat, aku mau berjalan-jalan dan menghirup udara bebas untuk terakhir kalinya.
Aku juga mau bertemu Ryza sebelum tuhan memanggilku, tapi rasanya tak mungkin. Aku mau menikmati secangkir kopi dan melihat orang-orang tersenyum bahagia bersama pasangan, keluarga, dan teman-teman mereka, seperti yang kini ku lakukan. Sangat menyenangkan merasakan kebahagiaan yang mereka miliki.
Ah!!, aku mau hidup lebih lama lagi.. aku mau pulang, membisikan Ryza kalau aku masih sangat menyayanginya dan membutuhkannya, kalau aku cemburu melihatnya dengan wanita lain, kalau menangis saat mengingatnya, kalau aku selalu memimpikannya setiap malam. Aku sudah benar-benar tak sanggup. Ku dengar samar teriakan, dan ungkapan-ungkapan panik beberapa orang. Aku tak peduli aku ambruk dan tersenyum melihat bayangan Ryza dalam perjalananku yang sesungguhnya. Tuhan, titip dia untukku..
Ku lihat bidadari-bidadari dan malaikat sudah menjemputku. Inilah waktunya yang tepat Ryza disisiku. Tanpa siapapun, hanya aku sendiri dan bayanganku.
“Dear Ryza, mungkin aku udah ga ada waktu kamu baca ini. Aku Cuma mau minta maaf udah bohongin kamu, sampai detik ini aku masih saying sama kam, aku terpaksa melakukan semuanya supaya kamu bisa lebih awal melupakan aku dan hidup tanpa aku. Ya, sekaranglah saatnya. Aku harus udah benar-benar pergi. Aku udah ga sanggup lagi nahan sakit, aku percaya kamu bisa! Doa’in aku terus yaa.. ILOVE YOU! Bye..”
Pesan singkat ini sudah aku kirimkan pada Ryza, beberapa saat sebelum aku benar-benar harus pergi. Kumatikan handphone ku setelahnya. Aku mau pergi dengan tenang. Aku mau Ryza tau kalu aku masih sangat menyayanginya dan aku masih menunggu untuknya di alam sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar